Foto: avagabonde.blogspot.com |
BAK disambar petir, Mita dan Doddy kaget bukan kepalang. Saat mereka berhubungan intim, tiba-tiba si kecil berdiri di hadapan mereka, menatap apa yang tengah mereka dilakukan.
Mita dan Doddy memang pasangan muda yang masih penuh gairah. Mereka juga baru memiliki satu orang buah hati dan masih balita. Karenanya, mereka menganggap kapan saja bisa melakukan aktivitas intim.
Suatu hari, tak disangka-sangka Ananda, sang anak yang berusia 4 tahun itu memergoki aktivitas privat tersebut. Entah berapa lama Ananda melihatnya, yang pasti seketika itu juga Mita dan Doddy langsung berhenti beraktivitas dan menutupi tubuh mereka dengan selimut.
Ananda ketika itu langsung lari ke luar kamar dan menangis. Ketika ditanya ia bilang, ia membenci ayah karena memperlakukan ibu seperti itu.
Mita dan Doddy kaget bukan kepalang. Perasaan campur aduk merebak di hati mereka. Apa yang mesti mereka katakan kepada Ananda? Haruskah dijelaskan apa aktivitas itu? Apa jawaban bila Ananda bertanya mengapa ibu dan ayah tidak memakai baju?
Peristiwa seperti itu bukan hanya dialami Mita dan Doddy. Banyak pasangan yang mengalami hal seperti itu. Dan, di sinilah orang tua harus bisa menjelaskannya dengan bijak kepada sang anak.
Perlu diingat bahwa anak-anak memiliki photographic memory yang kuat. Ingatannya seperti jepretan kamera foto, apa yang dilihat dan didengar akan menempel pada memorinya hingga ia dewasa kelak. Efeknya, bisa baik bisa pula buruk. Sang anak bisa saja ketakutan dan mengalami trauma karena ia tidak memahami apa yang dilakukan orang tuanya.
Jangan heboh
Jika hal demikian terjadi, orang tua tidak selayaknya merasa heboh dan bertindak di luar kendali, apalagi bereaksi dengan memarahi sang anak yang nyelonong begitu saja masuk ke kamar. Orang tua juga tidak selayaknya mengabaikannya begitu saja, seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
Penulis buku The Super Soothing Companion dan konsultan keluarga ternama, Maureen Clancy menyarankan agar orang tua berupaya menghilangkan perasaan tidak enak pada sang anak karena telah melihat aktivitas intim itu.
“Mengabaikan atau terlalu heboh reaksi kita malah akan menyampaikan kesan pada anak bahwa yang mereka lihat itu salah sekali sehingga Anda tidak membahasnya sama sekali. Respons seperti ini akan membuat anak Anda bingung dan malu,” ujar Clancy.
“Mengabaikan atau terlalu heboh reaksi kita malah akan menyampaikan kesan pada anak bahwa yang mereka lihat itu salah sekali sehingga Anda tidak membahasnya sama sekali. Respons seperti ini akan membuat anak Anda bingung dan malu,” ujar Clancy.
Orang tua seharusnya menjelaskan bahwa apa yang dilihat anak adalah adalah ekspresi cinta orang dewasa, bukan saling menyakiti. Ini mungkin agak sulit dibandingkan menyampaikannya kepada anak remaja. Jika anak remaja, orang tua bisa menyampaikannya secara singkat dengan meminta maaf.
Menurut Clancy, sebelum menjelaskan kepada anak, orang tua harus mengetahui dulu hal detail apa yang diketahui sang anak. Tanyalah kepada sang anak apa yang terlihat olehnya. Ini perlu untuk menentukan apa yang harus dibahas dan dijelaskan kepada sang anak, supaya tidak berlebihan. Setelah itu barulah jelaskan dalam bahasa anak yang mudah dipahami. Penjelasan itu harus mampu membuat sang anak merasa bahwa ia tidak salah melihat perbuatan itu.
Untuk menghindari kejadian demikian, ada baiknya orang tua mulai melakukan tindakan antisipatif. Misalnya, membiasakan sang anak untuk mengetuk pintu terlebih dulu sebelum memasuki kamar orang tuanya. Berilah pengertian bahwa kamar merupakan area privat bagi pemiliknya, termasuk kamar sang anak sendiri. Sehingga, siapapun yang hendak masuk harus mengetuk pintu terlebih dulu.
Tindakan yang lebih baik adalah membiarkan anak tidur di kamar sendiri, terpisah dengan orang tua. Selain orang tua bisa memiliki ruang privat, secara tidak langsung sang anak juga tengah diajarkan kemandirian. Dengan cara seperti ini, satu persoalan bisa dipecahkan sekaligus memberikan manfaat besar untuk sang anak. **
0 comments:
Post a Comment