Powered by Blogger.
Home » , » Lenny Agustin: Penting Menumbuhkan Rasa Percaya Diri Anak

Lenny Agustin: Penting Menumbuhkan Rasa Percaya Diri Anak

Written By Unknown on Friday, January 4, 2013 | 7:43 AM


 Nilai-nilai sekolah tidak menjamin kesuksesan seseorang di masa depan. Lenny Agustin dan suaminya Sofian Susantio lebih menekankan pada kemampuan berpikir dan perkembangan emosi anak.

TUHAN sayang manusia, tapi kok membunuh banyak orang? Pertanyaan itu terlontar dari mulut Gavin ketika menyaksikan korban tsunami Aceh 2006. Saat itu,Gavin Susanto, putera pertama pasangan Sofian Susantio dan desaier muda Lenny Agustin, berusia 7 tahun.

Pertanyaan itu mengejutkan Lenny dan suaminya. “Tidak menyangka Gavin bisa bertanya seperti itu. Kita berusaha menjelaskan sebaik-baiknya, bahwa Tuhan itu menyayangi manusia dengan banyak cara,” papar Lenny yang berprofesi sebagai perancang busana. Namanya kian berkibar ketika pada  2003  menjadi juara satu Lomba Merancang Busana Pengantin Internasional dan pada 2008 mengeluarkan second line dengan nama Lennor.


Dialog dan Menghargai

 Mengobrol, mengajak bicara anak seperti halnya berdialog dengan orang dewasa menjadi salah satu prinsip yang diterapkan Lenny pada ketiga anaknya, Gavin Susantio, 13, Deedra Oxadiva, 11, dan Nyra Aimeediva, 7 tahun.

“Kami menjelaskan dan memberi alasan mengapa misalnya mereka harus tidur. Saat mereka baru belajar berjalan, kami memberitahu mengapa tidak boleh memegang benda yang bisa pecah, risikonya apa dll. Semua dibicarakan menggunakan kata-kata sesuai usia, tapi dengan cara mengobrol seperti pada orang dewasa. Dan ternyata mereka mengerti,” tutur Lenny yang baru saja meluncurkan buku Fashion is My Playground.

Bersama suami, Lenny sepakat untuk satu suara dalam mendidik anak, terutama dalam menegakkan disiplin. Awalnya, saat anak pertama memang masih agak longgar, belum terlalu kompak. Terkadang suaminya masih tidak tega melihat Gavin menangis. Tapi sekarang kekompakan sudah berjalan natural.
Lenny juga menerapkan pengertian pada anak-anaknya bahwa menangis tidak akan menyelesaikan masalah. “Kalau sedang diberitahu terus anak-anak menangis, aku tinggal dulu. Nanti aku balik lagi kalau mereka sudah siap ngobrol dan bertukar argumen,” papar Lenny.
Sikap yang diterapkan pada anak-anaknya, menurut Lenny mengalir begitu saja berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya.. Lenny anak ketujuh dari sembilan bersaudara. Dulu, katanya, orangtua cenderung menerapkan aturan agar anak menurut tanpa argumen.
Cara seperti itu ternyata bisa mengurangi rasa percaya diri. “Aku sempat tidak percaya diri, apalagi kalau bicara di depan umum. Akhirnya cari jalan sendiri untuk keluar dari perasaan itu. Nah, aku enggak mau anak-anakku tidak percaya diri. Itu sebabnya, mereka bebas berdialog dan berargumen,” katanya.

Senang Ibu Bekerja

Anak-anak menurut Lenny terbiasa melihat orangtuanya sibuk. Namun, mereka juga terbiasa mengisi waktu luang bersama dengan kegiatan yang bisa meningkatkan kualitas kebersamaan, mulai dari memasak hingga nonton bersama.
Itu sebabnya, saat pekerjaan ayah ibunya agak longgar, hingga lebih banyak berada di rumah, mereka malah bertanya, “Kok enggak kerja?”
Gavin malah pernah berkomentar, “Ma, aku enggak terlalu suka lihat ibu temanku enggak bekerja. Nanti aku kalau punya isteri, enggak mau kalau isteriku  enggak kerja,” cerita Lenny.
Karena komunikasi pula, anak-anak memahami pekerjaan ayahnya di bidang teknologi informasi, dan ibunya seorang desainer. Ketiga anak Lenny tidak pernah protes melihat rambut sang ibu selalu berwarna-warni. Jika ada teman yang bertanya, mereka malah menjawab dengan bangga, “Ibuku desainer, jadi rambutnya bisa bergaya warna-warni. Kalau mamamu bukan desainer jadi enggak bisa,” kisah Lenny sambil tertawa, saat mengenang jawaban-jawaban lucu anaknya.

Pendidikan
Berbicara tentang pendidikan formal anak, Lenny dan suaminya kembali pada nilai kemampuan untuk menganalisa masalah dan perluasan wawasan. Mereka meyakini nilai-nilai sekolah tidak menjamin kesuksesan seseorang di masa depan. Mereka lebih menekankan pada kemampuan berpikir dan perkembangan emosi anak.
Itu sebabnya, mereka memilih sekolah yang tidak terlalu mementingkan nilai dan tidak menganut sistem ranking. Sekolah yang kini dijalani anak-anaknya dilengkapi dengan kemampuan riset, menganalisa, dan mengambil keseimpulan. Cara ini terbukti membuat anak lebih mandiri. Saat menghadapi persoalan, mereka akan mencari terlebih dahulu jalan keluarnya,. Baru bertanya.

Internet
Sesuai dengan perkembangan zaman, anak-anak menurut Lenny juga menjadi lebih cepat paham  teknologi. Mereka sering melakukan browsing dan aktif di media sosial seperti facebook dan twitter.
“Untuk membatasi dampak buruk dari teknologi internet yang tidak terbatas, suamiku yang kebetulan orang IT memblok situs-situs orang dewasa. Kami berdua juga berteman dengan anak-anak di media sosial. Kami jadi lebih berteman. Komunikasi pun jadi lebih terbuka dan lancar.”
Share this article :

0 comments:

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Belajar di Mall - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger