Tak sulit menggunakan kontrasepsi untuk mengatur jarak kehamilan. Namun kesadaran untuk menggunakannya masih kurang. Padahal, sarana untuk ber-KB kini seperti kafetaria.
BELUM lama ini, pemerintah memperingati Program Keluarga Berencana (KB) Mandiri Lingkaran Biru (LIBI) yang ke-25. Itu berarti sudah dua puluh tahun lebih program itu diterapkan.
Namun kesadaran masyarakat untuk menerapkannya ternyata belum mencapai tingkat ideal. "Sampai saat ini, kesadaran akan pentingnya kontrasepsi masih perlu ditingkatkan," ujar selaku Ketua Asia Pacific Council On Contraception (APCOC) Indonesia Prof. DR. dr. Biran Affandi, SpOG (K), FAMM di Jakarta Rabu (26/9/2012).
Bertepatan dengan peringatan KB Mandiri LIBI dan Hari Kontrasepsi Dunia 2012, sejumlah lembaga terkait mengajak masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan dan menciptakan kesadaran berkontrasepsi dan keluarga berencana. Lembaga itu antara lain Badan Koordinasi KB Nasional (BKKBN), APCOC Indonesia, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), dan Bayer Healthcare.
Minimnya kesadaran masyarakat untuk ber-KB itu seharusnya tidak terjadi. Sebab, saat ini sangat mudah melaksanakannya. Berbagai alat kontrasepsi bahkan tersedia di mana saja, sudah seperti kafetaria. Masyarakat tinggal memilih apa maunya.
"Sebaiknya kontrasepsi atau KB dengan sistem kafetaria. Pasien maunya apa? Ya kami kasih, mereka dapat berkonsultasi maunya kontrasepsi apa," tutur Biran.
Jenis KB yang ada tinggal disesuaikan dengan kondisi si ibu. Misalnya, jika si ibu memiliki kecenderungan menstruasi banyak, maka tidak disarankan menggunakan IUD, karena akan membuat menstruasi semakin banyak. Sebaiknya menggunakan KB suntik, pil, atau implan, efek samping masalah pendarahan kalau hormon.
Pil KB membuat pendarahan seperti biasa, suntik dan implan dapat mengakibatkan menstruasi kurang teratur. Namun dari segi kesehatan tidak bermasalah. Jika kita memiliki tekanan darah tinggi atau varises sebaiknya hindari KB suntik atau pil.
Menurut Biran, di negara maju, cara ber-KB sudah sangat efisien. Misalnya, sudah diperkenalkan pil KB untuk empat bulan. Artinya, si ibu akan mendapat haid sekali dalam tiga bulan. Hal itu berbanding terbalik dengan perempuan di Indonesia yang sebagian masih beranggapan, jika menstruasi tidak keluar dianggap darah kotor menumpuk di dalam tubuh, padahal tidak demikian.
Atur Kelahiran
Ber-KB bukan persoalan menerapkan alat kontrasepsi semata. Jauh dari itu, ber-KB penting untuk mengatur kelahiran anak. Sebab, perempuan bagaimanapun harus memperhatikan usia ketika melahirkan. "Kehamilan dan waktu melahiran yang terbaik adalah saat perempuan berusia 20 sampai 35 tahun," kata Biran.
Menurut Biran, rata-rata perempuan usia di bawah 20 tahun, secara fisik dan mental belum siap hamil dan melahirkan. Sebaliknya, perempuan yang hamil dan melahirkan saat berusia di atas 35 tahun, akan banyak mengalami kelainan pada janinnya. Kesadaran seperti itulah yang kini harus terus dibangun. Ber-KB bukanlah sekadar masalah kontrasepsi, tetapi masalah kesehatan ibu dan anak.**
BELUM lama ini, pemerintah memperingati Program Keluarga Berencana (KB) Mandiri Lingkaran Biru (LIBI) yang ke-25. Itu berarti sudah dua puluh tahun lebih program itu diterapkan.
Namun kesadaran masyarakat untuk menerapkannya ternyata belum mencapai tingkat ideal. "Sampai saat ini, kesadaran akan pentingnya kontrasepsi masih perlu ditingkatkan," ujar selaku Ketua Asia Pacific Council On Contraception (APCOC) Indonesia Prof. DR. dr. Biran Affandi, SpOG (K), FAMM di Jakarta Rabu (26/9/2012).
Bertepatan dengan peringatan KB Mandiri LIBI dan Hari Kontrasepsi Dunia 2012, sejumlah lembaga terkait mengajak masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan dan menciptakan kesadaran berkontrasepsi dan keluarga berencana. Lembaga itu antara lain Badan Koordinasi KB Nasional (BKKBN), APCOC Indonesia, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), dan Bayer Healthcare.
Minimnya kesadaran masyarakat untuk ber-KB itu seharusnya tidak terjadi. Sebab, saat ini sangat mudah melaksanakannya. Berbagai alat kontrasepsi bahkan tersedia di mana saja, sudah seperti kafetaria. Masyarakat tinggal memilih apa maunya.
"Sebaiknya kontrasepsi atau KB dengan sistem kafetaria. Pasien maunya apa? Ya kami kasih, mereka dapat berkonsultasi maunya kontrasepsi apa," tutur Biran.
Jenis KB yang ada tinggal disesuaikan dengan kondisi si ibu. Misalnya, jika si ibu memiliki kecenderungan menstruasi banyak, maka tidak disarankan menggunakan IUD, karena akan membuat menstruasi semakin banyak. Sebaiknya menggunakan KB suntik, pil, atau implan, efek samping masalah pendarahan kalau hormon.
Pil KB membuat pendarahan seperti biasa, suntik dan implan dapat mengakibatkan menstruasi kurang teratur. Namun dari segi kesehatan tidak bermasalah. Jika kita memiliki tekanan darah tinggi atau varises sebaiknya hindari KB suntik atau pil.
Menurut Biran, di negara maju, cara ber-KB sudah sangat efisien. Misalnya, sudah diperkenalkan pil KB untuk empat bulan. Artinya, si ibu akan mendapat haid sekali dalam tiga bulan. Hal itu berbanding terbalik dengan perempuan di Indonesia yang sebagian masih beranggapan, jika menstruasi tidak keluar dianggap darah kotor menumpuk di dalam tubuh, padahal tidak demikian.
Atur Kelahiran
Ber-KB bukan persoalan menerapkan alat kontrasepsi semata. Jauh dari itu, ber-KB penting untuk mengatur kelahiran anak. Sebab, perempuan bagaimanapun harus memperhatikan usia ketika melahirkan. "Kehamilan dan waktu melahiran yang terbaik adalah saat perempuan berusia 20 sampai 35 tahun," kata Biran.
Menurut Biran, rata-rata perempuan usia di bawah 20 tahun, secara fisik dan mental belum siap hamil dan melahirkan. Sebaliknya, perempuan yang hamil dan melahirkan saat berusia di atas 35 tahun, akan banyak mengalami kelainan pada janinnya. Kesadaran seperti itulah yang kini harus terus dibangun. Ber-KB bukanlah sekadar masalah kontrasepsi, tetapi masalah kesehatan ibu dan anak.**
0 comments:
Post a Comment