APA yang harus dilakukan jika gaji dan jabatan istri yang lebih tinggi dan jadi pemicu huru-hara dalam rumah tangga?
Zaman memang sudah berubah. Perempuan di era modern bisa ikut merintis karier, hingga tidak jarang gaji dan jabatan seorang istri lebih tinggi dari suami.
Alhasil, kenyataan tersebut kerap menjadi pemicu keretakan rumah tangga. Apalagi kultur di Indonesia cenderung membagi peran antara laki-laki dan perempuan, antara suami dan istri. Suami pencari nafkah utama, sedangkan istri bertanggung jawab di ranah domestik rumah tangga.
Jika kemudian kondisi berbalik, psikologi pasangan yang saling mencinta dan kemudian menikah, kerap kali terguncang. Lalu, bagaimana caranya agar pasangan suami istri bisa menjaga keharmonisan keluarga? Bagaimana caranya agar istri tidak menjadi lupa daratan dan suami tidak menjadi rendah diri?
Direktur Daya Insani, Lembaga Konsultasi Psikologi,Sani Budiantini Hermawan Psi dan Dra Tiwin Herman MPsi, psikolog senior dan juga owner Global Leadership Indonesia (GLI), sepakat bahwa kunci penting mewujudkan keharmonisan keluarga adalah komunikasi.
“Sesibuk dan sehebat apapun sebuah keluarga, upayakan untuk mempunyai satu kesempatan makan bersama. Di saat rileks seperti itu, suami, isteri dan anak-anak bisa berdialog membahas hal-hal yang ringan. Ini akan berimbas pada hubungan suami istri yang pada akhirnya bisa mencairkan komunikasi,” jelas Tiwin.
Selain komunikasi, Sani menambahkan beberapa hal yang perlu menjadi perhatian. “Istri sudah selayaknya tetap melayani suami. Tidak harus melakukan hal-hal besar, cukup menyiapkan minum, mengambilkan nasi dan lauk-pauk ketika makan bersama,” katanya.
Perlu juga dicari kesepakatan pembagian tugas-tugas rumah tangga. Gaji yang besar, umumnya disertai dengan karier yang semakin baik dan menuntut waktu yang lebih banyak pula. Beberapa tugas memang bisa didelegasikan pada asisten rumah tangga, tapi ada kalanya hanya bisa dibagi dengan pasangan. “Sebab, pada dasarnya suami istri adalah tim. Mereka bersinergi, keduanya harus sama-sama ringan tangan dan saling menyesuaikan,” tambahnya.
Mengelola Pendapatan
Satu hal lagi yang sering menjadi sumber pertengkaran dalam situasi seperti ini adalah pengelolaan pendapatan. Tiwin Herman menegaskan pengelolaan keuangan suami istri bisa disebut sukses, ketika masing-masing pihak sudah bisabersepakat atau menerima sistem yang sudah disetujui bersama.
Tiwin memberi contoh, ada pasangan suami istri yang tidak mengetahui berapa penghasilan pasangan hidupnya. Mereka telah bersepakat semua pengeluaran operasional seperti listrik, telepon, sekolah anak, makan, kebutuhan rumah tangga dan sebagainya dipenuhi bersama dengan persentase tertentu. Sedangkan pengeluaran untuk mobil masing-masing ditanggung sendiri. “Mereka nyaman-nyaman saja dengan cara itu. Jadi intinya bagaimana mencapai kata sepakat dan menjalankan bersama,” tegas Tiwin.
Foto: www.wayin.com
0 comments:
Post a Comment