Mengapa buah hatiku berbohong? Mengapa buah hatiku mengambil barang milik orang lain tanpa izin? Bunda pun panik, apa yang harus dilakukan?
TAHUKAH Anda, ada banyak alasan seorang anak melakukan kebiasaan buruk seperti berbohong bahkan mencuri. Perlu kesabaran untuk menggali apa yang melatar belakangi tindakan mereka. Perlu juga kebesaran hati orangtua untuk mengakui kesalahan, jika memang ada penerapan pola asuh yang tidak benar. Tapi yang terpenting, jangan pernah memberi labeling pada anak.
Untuk membahas masalah ini dan juga untuk mengetahui kapan Bunda perlu bantuan profesional, Sang Buah Hati melakukan wawancara dengan psikolg Titi Natalia. Berikut kutipan wawancaranya.
Mengapa anak berbohong?
Akar permasalahan dari berbohong dan mencuri adalah kejujuran. Nah, kejujuran tidak bisa tumbuh dengan sendirinya, tapi harus ditumbuhkan sejak dini. Paling nyata lewat teladan yang diberikan orangtua. Hati-hati kebohongan kecil bisa diterima salah oleh anak. Misalnya, saat ada telepon yang menanyakan keberadaan Bunda, kemudian Bunda minta tolong untuk mengatakan, “Tolong ya, bilang Bunda tidak ada di rumah.” Nah, kelihatannya memang sepele, tapi akan menjadi role model bagi anak.
Bagaimana dengan mengambil barang milik orang lain?Mencuri atau mengambil milik orang lain merupakan salah satu tindakan yang juga berpangkal pada kejujuran. Lagi-lagi orangtua harus menjadi teladan. Ajari anak untuk menghargai milik orang lain.Mau pinjam barang milik anggota keluarga, harus minta izin terlebih dahulu. Ayah dan Ibu pun harus melakukan hal yang sama jika ingin melihat aau meminjam barang milik anak. Yang perlu dipahami, jangan-jangan buah hati belum memahami konsep hak milik orang lain. Biasanya, pemahaman hak milik orang lain baru melekat setelah mereka duduk di sekolah dasar. Jika sudah usia SD masih melakukan hal yang sama, baru bisa menjadi masalah.
Apa yang harus dilakukan orangtua?Hal utama yang harus diperhatikan orangtua, ialah jangan langsung marah. Orangtua harus bisa menenangkan diri, memberi reaksi yang tepat dengan menelusuri, mengapa anak melakukan hal tersebut. Jangan tuntut anak untuk menjawab langsung, karena cara itu bisa memojokkan, hingga memunculkan sifat defensif. Jika itu terjadi, bisa jadi justru akan muncul kebohongan baru.
Telusuri sebabnya dengan komunikasi yang baik. Misalnya, “Ini barang siapa yang ada di tasmu? Sudah izin yang punya belum?” Jika belum telusuri lagi dengan pertanyaan-pertanyaan yang tidak menuduh dan bernada marah. Intinya, jangan sampai anak merasa dihakimi, meski dia tahu dia salah.
Setelah diketahui faktor permasalahannya, baru dicari solusi. Kalau kurang perhatian beri perhatian, kalau tergoda ingin memiliki suatu barang tapi tidak berani bilang pada orangtua, maka orangtua harus mengoreksi diri, perbaiki komunikasi. Satu hal lagi yang paling penting, jangan pernah memberi labeling pada anak. Perkataan, “Kamu pembohong, kamu mencuri,” bisa sangat melukai harga diri anak, dan dampaknya justru tidak membantu tapi memperparah kondisi.
Penyebab perilaku seperti itu, umumnya bisa apa saja?
Sangat banyak. Itu sebabnya orangtua harus tahu apa faktor penyebabnya. Ada karena pola asuh yang salah, misalnya melihat orangtua pemabuk. Adak arena problem psikologis, merasa tidak diperhatikan hingga anak melakukan sesuatu supaya mendapat perhatian. Ada juga anak mencontoh figur tertentu yang dikagumi. Banyak juga ketidak jujuran merupakan sikap unjuk rasa atau berontak yang sengaja dilakukan. Misal, orangtua kurang mempersiapkan saat akan hadir adik baru, hingga sang kakak merasa tidak nyaman. Faktor-faktor seperti ini termasuk dalam stres internal, depresi anak. Bisa juga karena sesuatu hal merasa marah pada orangtua. Penyebab lain, tidak tertutup kemungkinan anak tidak tahan terhadap godaan. Setiap individu itu berbeda ketahanannya.
Apa yang penting diperhatikan oleh orangtua?
Orangtua harus menciptakan kebersamaan. Bukan hanya perhatian dengan kata-kata, tapi yang lebih penting keterlibatan secara emosi, sehingga anak tahu ke mana dia harus datang dan berbicara jika mengalami masalah. Selain itu, orangtua perlu memberi teladan, dan tetap perlu melakukan pemantauan.
Kapan orangtua harus memutuskan anaknya membutuhkan bantuan profesional?
Begini, di sekolah atau pun di rumah, seringkali ada kejadian seperti itu. Masih bisa dikatakan wajar jika hanya dilakukan sesekali dan sang anak masih di bawah usia 10 tahun. Tapi kalau sudah lebih dari 10 tahun dan masih terus melakukan, sudah saatnya orangtua membutuhkan bantuan profesional, karena sudah ada indikasi gangguan emosional.
Namun, faktor usia tidak mutlak berlaku. Andai, buah hati baru berusia 7 tahun tapi sering berbohong bahkan mencuri dan dilakukan berulang-ulang, meski orangtua sudah melakukan berbagai upaya, maka saat itu sudah dibutuhkan bantuan profesional. Apa pun yang terjadi, sekali lagi orangtua harus menangani dengan kepala dingin, jangan emosional, dan yang terpenting jangan memberikan labeling.
Nama:Titi Prantini Natalia Tempat/Tanggal Lahir:Jakarta, 4 Desember 1965 Pendidikan terakhir:
Foto: babybulletblog.com |
Untuk membahas masalah ini dan juga untuk mengetahui kapan Bunda perlu bantuan profesional, Sang Buah Hati melakukan wawancara dengan psikolg Titi Natalia. Berikut kutipan wawancaranya.
Mengapa anak berbohong?
Akar permasalahan dari berbohong dan mencuri adalah kejujuran. Nah, kejujuran tidak bisa tumbuh dengan sendirinya, tapi harus ditumbuhkan sejak dini. Paling nyata lewat teladan yang diberikan orangtua. Hati-hati kebohongan kecil bisa diterima salah oleh anak. Misalnya, saat ada telepon yang menanyakan keberadaan Bunda, kemudian Bunda minta tolong untuk mengatakan, “Tolong ya, bilang Bunda tidak ada di rumah.” Nah, kelihatannya memang sepele, tapi akan menjadi role model bagi anak.
Bagaimana dengan mengambil barang milik orang lain?Mencuri atau mengambil milik orang lain merupakan salah satu tindakan yang juga berpangkal pada kejujuran. Lagi-lagi orangtua harus menjadi teladan. Ajari anak untuk menghargai milik orang lain.Mau pinjam barang milik anggota keluarga, harus minta izin terlebih dahulu. Ayah dan Ibu pun harus melakukan hal yang sama jika ingin melihat aau meminjam barang milik anak. Yang perlu dipahami, jangan-jangan buah hati belum memahami konsep hak milik orang lain. Biasanya, pemahaman hak milik orang lain baru melekat setelah mereka duduk di sekolah dasar. Jika sudah usia SD masih melakukan hal yang sama, baru bisa menjadi masalah.
Apa yang harus dilakukan orangtua?Hal utama yang harus diperhatikan orangtua, ialah jangan langsung marah. Orangtua harus bisa menenangkan diri, memberi reaksi yang tepat dengan menelusuri, mengapa anak melakukan hal tersebut. Jangan tuntut anak untuk menjawab langsung, karena cara itu bisa memojokkan, hingga memunculkan sifat defensif. Jika itu terjadi, bisa jadi justru akan muncul kebohongan baru.
Telusuri sebabnya dengan komunikasi yang baik. Misalnya, “Ini barang siapa yang ada di tasmu? Sudah izin yang punya belum?” Jika belum telusuri lagi dengan pertanyaan-pertanyaan yang tidak menuduh dan bernada marah. Intinya, jangan sampai anak merasa dihakimi, meski dia tahu dia salah.
Setelah diketahui faktor permasalahannya, baru dicari solusi. Kalau kurang perhatian beri perhatian, kalau tergoda ingin memiliki suatu barang tapi tidak berani bilang pada orangtua, maka orangtua harus mengoreksi diri, perbaiki komunikasi. Satu hal lagi yang paling penting, jangan pernah memberi labeling pada anak. Perkataan, “Kamu pembohong, kamu mencuri,” bisa sangat melukai harga diri anak, dan dampaknya justru tidak membantu tapi memperparah kondisi.
Penyebab perilaku seperti itu, umumnya bisa apa saja?
Sangat banyak. Itu sebabnya orangtua harus tahu apa faktor penyebabnya. Ada karena pola asuh yang salah, misalnya melihat orangtua pemabuk. Adak arena problem psikologis, merasa tidak diperhatikan hingga anak melakukan sesuatu supaya mendapat perhatian. Ada juga anak mencontoh figur tertentu yang dikagumi. Banyak juga ketidak jujuran merupakan sikap unjuk rasa atau berontak yang sengaja dilakukan. Misal, orangtua kurang mempersiapkan saat akan hadir adik baru, hingga sang kakak merasa tidak nyaman. Faktor-faktor seperti ini termasuk dalam stres internal, depresi anak. Bisa juga karena sesuatu hal merasa marah pada orangtua. Penyebab lain, tidak tertutup kemungkinan anak tidak tahan terhadap godaan. Setiap individu itu berbeda ketahanannya.
Apa yang penting diperhatikan oleh orangtua?
Orangtua harus menciptakan kebersamaan. Bukan hanya perhatian dengan kata-kata, tapi yang lebih penting keterlibatan secara emosi, sehingga anak tahu ke mana dia harus datang dan berbicara jika mengalami masalah. Selain itu, orangtua perlu memberi teladan, dan tetap perlu melakukan pemantauan.
Kapan orangtua harus memutuskan anaknya membutuhkan bantuan profesional?
Begini, di sekolah atau pun di rumah, seringkali ada kejadian seperti itu. Masih bisa dikatakan wajar jika hanya dilakukan sesekali dan sang anak masih di bawah usia 10 tahun. Tapi kalau sudah lebih dari 10 tahun dan masih terus melakukan, sudah saatnya orangtua membutuhkan bantuan profesional, karena sudah ada indikasi gangguan emosional.
Namun, faktor usia tidak mutlak berlaku. Andai, buah hati baru berusia 7 tahun tapi sering berbohong bahkan mencuri dan dilakukan berulang-ulang, meski orangtua sudah melakukan berbagai upaya, maka saat itu sudah dibutuhkan bantuan profesional. Apa pun yang terjadi, sekali lagi orangtua harus menangani dengan kepala dingin, jangan emosional, dan yang terpenting jangan memberikan labeling.
Nama:Titi Prantini Natalia Tempat/Tanggal Lahir:Jakarta, 4 Desember 1965 Pendidikan terakhir:
- S2 – Magister Profesi Psikologi Klinis Anak, Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia (2003)
- S1 – Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (1994)
- Dosen pada Program Studi Magister Psikologi Universitas Tarumanagara, Jakarta
- Dosen pada Sekolah Tinggi Teologia “Amanat Penuaian Terakhir“ , Jakarta Praktisi psikologi klinis anak
- Melakukan asesmen psikologi untuk keperluan pendidikan di berbagai sekolah Menjadi narasumber artikel psikologi di berbagai media cetak (Nakita, Mahkota, Children Magazine, Men’s Health, dll) dan elektronik ( beberapa stasiun radio & televisi)
0 comments:
Post a Comment