Sebuah penelitian awal menghasilkan temuan mengejutkan. Keguguran ternyata bisa disebabkan karena rahim terlalu subur.
SUDAH tiga kali Nita, 27 tahun, mengalami keguguran. Yang terakhir begitu membuatnya terpukul. Maklum saja, ketika kehamilannya menginjak 24 minggu, ia harus kehilangan janinnya lagi.
Dambaannya untuk mempunyai anak sejak ia menikah setahun lalu harus pupus kembali. Perempuan pemilik toko pakaian di sebuah mal di Jakarta itu memang sangat mendambakan kehadiran si kecil. Ia dan suaminya berulang kali mencoba, namun selalu keguguran ketika usia kehamilan menginjak 12 bulan lebih.
Tidak hanya Nita, masih banyak perempuan lain yang bernasib sama. Nita mengalami apa yang disebut dengan keguguran berulang, yakni keguguran sebanyak tiga kali atau lebih secara berturut-turut pada usia kehamilan kurang dari 24 minggu.
Secara epidemiologi, angka kejadian keguguran berulang mencapai satu hingga dua persen dari populasi. Ada berbagai penyebab keguguran. Diperkirakan, sebanyak 7 hingga 25 persen penderita keguguran berulang berhubungan dengan adanya sindrom antifosfolipid dan trombofilia, yakni sindrom darah kental (darah mudah membeku). Bekuan darah akan menutupi saluran darah ke plasenta yang memberi makanan ke janin. Hal ini akan mengancam sirkulasi nutrisi dan oksigen ke janin dan bisa membuat si janin meninggal.
Rahim Kelewat Subur
Terlepas dari penyebab itu, sebuah penelitan belum lama ini menemukan bahwa keguguran berulang ternyata juga bisa terjadi karena rahim terlalu subur. Dalam kondisi ini, embrio berkualitas rendah yang seharusnya ditolak tubuh pun bisa melekat atau terimplan. Akibatnya, embrio yang tidak bisa berkembang itu akhirnya gugur.
Penelitian dilakukan oleh tim dokter dari Princess Anne Hospital di Southampton, Inggris dan Universitas Medical Center Ultrecht. Dari penelitian yang dipublikasikan jurnal PloS One itu terungkap bahwa keguguran berulang itu terjadi bukan karena tubuh menolak kehamilan tetapi justru karena rahim menerima setiap jenis embrio."Banyak perempuan yang merasa penyebab keguguran adalah dirinya yang tidak bisa hamil. Tetapi riset kami menunjukkan keguguran berulang itu terjadi karena rahim membiarkan semua embrio yang sebenarnya tidak bisa bertahan tetap tertanam," kata Prof. Nick Macklon, konsultan dari Princess Anne Hospital.
Riset dilakukan dengan cara mengamati sampel dari rahim enam perempuan yang memiliki tingkat kesuburan normal dan enam perempuan yang pernah mengalami keguguran berulang. Terlihat bahwa pada rahim dengan tingkat kesuburan normal, hanya embrio berkualitas tinggi bisa tumbuh di rahim itu. Sedangkan embrio berkualitas rendah ditolaknya.
Sebaliknya, sel dari rahim wanita yang mengalami keguguran berulang tetap menumbuhkan kedua jenis embrio, termasuk yang kualitasnya rendah sekalipun. Namun, karena kualitasnya buruk, embrio berkualitas rendah itu tidak dapat tumbuh dan kemudian gugur.Perlu diperhatikan, riset ini masih terlalu dini dan perlu diteliti lebih lanjut. Peneliti masih harus menguji apakah tingkat penerimaan rahim terhadap embrio bisa dideteksi dan diubah.**
SUDAH tiga kali Nita, 27 tahun, mengalami keguguran. Yang terakhir begitu membuatnya terpukul. Maklum saja, ketika kehamilannya menginjak 24 minggu, ia harus kehilangan janinnya lagi.
Dambaannya untuk mempunyai anak sejak ia menikah setahun lalu harus pupus kembali. Perempuan pemilik toko pakaian di sebuah mal di Jakarta itu memang sangat mendambakan kehadiran si kecil. Ia dan suaminya berulang kali mencoba, namun selalu keguguran ketika usia kehamilan menginjak 12 bulan lebih.
Tidak hanya Nita, masih banyak perempuan lain yang bernasib sama. Nita mengalami apa yang disebut dengan keguguran berulang, yakni keguguran sebanyak tiga kali atau lebih secara berturut-turut pada usia kehamilan kurang dari 24 minggu.
Secara epidemiologi, angka kejadian keguguran berulang mencapai satu hingga dua persen dari populasi. Ada berbagai penyebab keguguran. Diperkirakan, sebanyak 7 hingga 25 persen penderita keguguran berulang berhubungan dengan adanya sindrom antifosfolipid dan trombofilia, yakni sindrom darah kental (darah mudah membeku). Bekuan darah akan menutupi saluran darah ke plasenta yang memberi makanan ke janin. Hal ini akan mengancam sirkulasi nutrisi dan oksigen ke janin dan bisa membuat si janin meninggal.
Rahim Kelewat Subur
Terlepas dari penyebab itu, sebuah penelitan belum lama ini menemukan bahwa keguguran berulang ternyata juga bisa terjadi karena rahim terlalu subur. Dalam kondisi ini, embrio berkualitas rendah yang seharusnya ditolak tubuh pun bisa melekat atau terimplan. Akibatnya, embrio yang tidak bisa berkembang itu akhirnya gugur.
Penelitian dilakukan oleh tim dokter dari Princess Anne Hospital di Southampton, Inggris dan Universitas Medical Center Ultrecht. Dari penelitian yang dipublikasikan jurnal PloS One itu terungkap bahwa keguguran berulang itu terjadi bukan karena tubuh menolak kehamilan tetapi justru karena rahim menerima setiap jenis embrio."Banyak perempuan yang merasa penyebab keguguran adalah dirinya yang tidak bisa hamil. Tetapi riset kami menunjukkan keguguran berulang itu terjadi karena rahim membiarkan semua embrio yang sebenarnya tidak bisa bertahan tetap tertanam," kata Prof. Nick Macklon, konsultan dari Princess Anne Hospital.
Riset dilakukan dengan cara mengamati sampel dari rahim enam perempuan yang memiliki tingkat kesuburan normal dan enam perempuan yang pernah mengalami keguguran berulang. Terlihat bahwa pada rahim dengan tingkat kesuburan normal, hanya embrio berkualitas tinggi bisa tumbuh di rahim itu. Sedangkan embrio berkualitas rendah ditolaknya.
Sebaliknya, sel dari rahim wanita yang mengalami keguguran berulang tetap menumbuhkan kedua jenis embrio, termasuk yang kualitasnya rendah sekalipun. Namun, karena kualitasnya buruk, embrio berkualitas rendah itu tidak dapat tumbuh dan kemudian gugur.Perlu diperhatikan, riset ini masih terlalu dini dan perlu diteliti lebih lanjut. Peneliti masih harus menguji apakah tingkat penerimaan rahim terhadap embrio bisa dideteksi dan diubah.**
0 comments:
Post a Comment