Shahnaz Haque dan Gilang Ramadhan mendidik ke tiga putri cantiknya agar menjadi perempuan-perempuan tangguh, mandiri dan kritis. Mengapa?
SETIAP anak dilahirkan dengan karakter berbeda-beda, kendati keluar dari rahim yang sama. Dengan kata lain, setiap anak membutuhkan penanganan berbeda. Sebagai orangtua dengan tiga anak yang mulai beranjak ABG, Shahnaz Haque dan Gilang Ramadhan punya formula khusus untuk mendidik mereka.
Naz, demikian wanita blasteran Pakistan ini biasa dipanggil, berusaha mendidik dan menerapkan pola asuh demokratis, namun tetap dengan sentuhan agama yang kental. Perempuan yang selalu tampil energik ini menyebutnya dengan istilah pola didik terbuka tapi tidak kurang ajar. "Mereka boleh bertanya apa saja. Bahkan boleh menentang dan berbeda pendapat dengan kami. Tapi harus bisa mengutarakan dengan rasa hormat dan harus bisa bertanggung jawab dengan keputusan yang dibuat sebagai pilihan mereka sendiri,” paparnya.
Bagi keluarga Shahnaz dan Gilang, agama memegang peranan amat penting. Agama bukan sekadar ritual sholat dan mengaji, tapi harus lebih dari cerminan sikap anak-anak terhadap semua makhluk ciptaan Allah. “Mereka harus memahami konsep rahmatan lil alamin. Mereka diciptakan bukan tanpa maksud. Jadi jangan lahir sempurna, tapi pulang bonyok," ungkap Naz
.Menurut model iklan produk pembersih lantai ini, dengan pola didik seperti itu, sebagai orangtua Naz dan Gilang berharap anak-anaknya bisa terlatih menjadi perempuan yang kritis. Dan yang terpenting bisa mengungkapkan perbedaan tanpa amarah, sehingga jika salah bisa memperbaiki dengan tepat.
Gabungan Haque dan Ramadhan
Dalam mendidik anak, Shahnaz mengaku mengadopsi pola asuh gabungan dari keluarga Haque dan Ramadhan. "Antena pendidikan pola asuh kami sama, walau pun ada beberapa perbedaan. Setelah kami menikah, kami ambil pola didik warisan orangtua yang baik-baik saja. Yang jelek atau tidak sesuai dengan merger (perkawinan) ditinggalkan," paparnya.
Salah satu pola asuh orangtua, yang mereka teruskan pada ketiga putrinya adalah kebiasaan membantu orang miskin yang terdapat di sekeliling lingkungan mereka. Kepedulian terhadap sesama penting ditumbuhkan karena menurut Shahnaz, kehebatan otak bukan segalanya. “Cerdas emosi lebih utama, karena bisa mendatangkan banyak teman. Kelak pekerjaan tidak melulu datang dari otak, tapi juga dari sesama teman sebagai hasil dari emosi yang baik itu,” tukas Shahnaz.
Tak Pernah Memaksa
Dengan bangga Naz bercerita tentang the girls, buah cintanya dengan putra sastrawan Ramadhan KH itu. Si sulung, Pruistine Aisha, (10 th) tumbuh menjadi pemain bisbol nasional U-10. Wajahnya mirip sang ayah, namun dengan karakter tomboy seperti Naz.Sementara anak tengah, Charlotte Fatima (9 th) wajahnya mirip Naz, tapi sangat sensitif seperti Gilang. Char sangat halus perasaannya dan sudah menjadi pemain drum profesional. Bahkan ketika sedang main drum, gerak-geriknya persis sang Bapak.
Sedangkan si bungsu, Mieke Namira (6 th), campuran bapak dan ibunya. Segalanya menurut Naz ada pada Mieke yang namanya diambil dari nama ibunda Naz. Sifat,wajah, cara kritis, merupakan campuran kedua orangtuanya. Satu kelebihannya, Mieke dianugerahi IQ di atas rata-rata.“Kami sangat ekstra care dalam mendidik Mieke. Sebab, punya anak seperti ini bisa berbahaya. Tantangannya dia tidak boleh meremehkan apa pun karena kesanggupan atau kemampuan yang dimiliki. Kalau sampai punya sikap meremehkan, bisa jadi kelak dia tak punya masa depan yang baik," terang Naz.
Perkara mendidik anak sedikit maskulin, dikatakan Naz bukan lantaran kemauan Gilang yang terobsesi memiliki anak laki-laki. Naz sedikit mengurai, Gilang datang dari 2 bersaudara semua lelaki, sedangkan dirinya datang dari tiga bersaudara semuanya wanita .”Dan kenyataannya Gilang menikahi wanita yang maskulin. Jadi saya yang sebenarnya mendidik anak-anak agak sedikit maskulin, agar mereka tidak tumbuh sebagai wanita lembek."
Shahnaz berharap anak-anaknya menjadi perempuan tangguh. Tentang ketertarikan anak-anak terhadap dunia yang digeluti orangtuanya, Naz berkata, dia dan Gilang tidak pernah memaksakan. Ketiga putrinya saat ini bisa bermain drum seperti sang ayah, namun tidak menjamin ketiganya akan terjun ke jalur seni."Kalau mau jadi seperti bapak dan ibunya mereka sudah terbuka jalannya.Tapi kalau mau berbeda, kami izinkan. Yang terpenting di kepala mereka harus giving back to community dengan isi otak mereka. Dengan begitu ilmunya jadi berkah dunia akherat," tandas Shahnaz
Memasak Bersama
Keluarga Shahnaz Haque dan Gilang Ramadhan banyak menjalani kebersamaan di rumah. Salah satu kegiatan favorit mereka adalah memasak. Dalam hal masak-memasak Shahnaz mengaui, kemampuannya dikalahkan oleh sang suami.
"Gilang itu anak Deplu, lama di luar negeri. Jadi disana tidak ada pembantu, harus bisa masak sendiri. Setelah menikah, meski pun ada yang membantu di rumah, Gilang terbiasa mengatur menu. Bahkan kalau sedang ada waktu luang, dia turun sendiri memasak. Nah, si Mbak di rumah belajar masakan Sunda, Eropa dll, ya sama Gilang. Seru banget kan. Akhirnya anak-anak jadi paham kalau soal memasak, serahkan saja ke Bapak. Tapi kalau urusan renovasi rumah, serahkan ke Ibu," seloroh lulusan teknik sipil, ini, menutup pembicaraan.
SETIAP anak dilahirkan dengan karakter berbeda-beda, kendati keluar dari rahim yang sama. Dengan kata lain, setiap anak membutuhkan penanganan berbeda. Sebagai orangtua dengan tiga anak yang mulai beranjak ABG, Shahnaz Haque dan Gilang Ramadhan punya formula khusus untuk mendidik mereka.
Naz, demikian wanita blasteran Pakistan ini biasa dipanggil, berusaha mendidik dan menerapkan pola asuh demokratis, namun tetap dengan sentuhan agama yang kental. Perempuan yang selalu tampil energik ini menyebutnya dengan istilah pola didik terbuka tapi tidak kurang ajar. "Mereka boleh bertanya apa saja. Bahkan boleh menentang dan berbeda pendapat dengan kami. Tapi harus bisa mengutarakan dengan rasa hormat dan harus bisa bertanggung jawab dengan keputusan yang dibuat sebagai pilihan mereka sendiri,” paparnya.
Bagi keluarga Shahnaz dan Gilang, agama memegang peranan amat penting. Agama bukan sekadar ritual sholat dan mengaji, tapi harus lebih dari cerminan sikap anak-anak terhadap semua makhluk ciptaan Allah. “Mereka harus memahami konsep rahmatan lil alamin. Mereka diciptakan bukan tanpa maksud. Jadi jangan lahir sempurna, tapi pulang bonyok," ungkap Naz
.Menurut model iklan produk pembersih lantai ini, dengan pola didik seperti itu, sebagai orangtua Naz dan Gilang berharap anak-anaknya bisa terlatih menjadi perempuan yang kritis. Dan yang terpenting bisa mengungkapkan perbedaan tanpa amarah, sehingga jika salah bisa memperbaiki dengan tepat.
Gabungan Haque dan Ramadhan
Dalam mendidik anak, Shahnaz mengaku mengadopsi pola asuh gabungan dari keluarga Haque dan Ramadhan. "Antena pendidikan pola asuh kami sama, walau pun ada beberapa perbedaan. Setelah kami menikah, kami ambil pola didik warisan orangtua yang baik-baik saja. Yang jelek atau tidak sesuai dengan merger (perkawinan) ditinggalkan," paparnya.
Salah satu pola asuh orangtua, yang mereka teruskan pada ketiga putrinya adalah kebiasaan membantu orang miskin yang terdapat di sekeliling lingkungan mereka. Kepedulian terhadap sesama penting ditumbuhkan karena menurut Shahnaz, kehebatan otak bukan segalanya. “Cerdas emosi lebih utama, karena bisa mendatangkan banyak teman. Kelak pekerjaan tidak melulu datang dari otak, tapi juga dari sesama teman sebagai hasil dari emosi yang baik itu,” tukas Shahnaz.
Tak Pernah Memaksa
Dengan bangga Naz bercerita tentang the girls, buah cintanya dengan putra sastrawan Ramadhan KH itu. Si sulung, Pruistine Aisha, (10 th) tumbuh menjadi pemain bisbol nasional U-10. Wajahnya mirip sang ayah, namun dengan karakter tomboy seperti Naz.Sementara anak tengah, Charlotte Fatima (9 th) wajahnya mirip Naz, tapi sangat sensitif seperti Gilang. Char sangat halus perasaannya dan sudah menjadi pemain drum profesional. Bahkan ketika sedang main drum, gerak-geriknya persis sang Bapak.
Sedangkan si bungsu, Mieke Namira (6 th), campuran bapak dan ibunya. Segalanya menurut Naz ada pada Mieke yang namanya diambil dari nama ibunda Naz. Sifat,wajah, cara kritis, merupakan campuran kedua orangtuanya. Satu kelebihannya, Mieke dianugerahi IQ di atas rata-rata.“Kami sangat ekstra care dalam mendidik Mieke. Sebab, punya anak seperti ini bisa berbahaya. Tantangannya dia tidak boleh meremehkan apa pun karena kesanggupan atau kemampuan yang dimiliki. Kalau sampai punya sikap meremehkan, bisa jadi kelak dia tak punya masa depan yang baik," terang Naz.
Perkara mendidik anak sedikit maskulin, dikatakan Naz bukan lantaran kemauan Gilang yang terobsesi memiliki anak laki-laki. Naz sedikit mengurai, Gilang datang dari 2 bersaudara semua lelaki, sedangkan dirinya datang dari tiga bersaudara semuanya wanita .”Dan kenyataannya Gilang menikahi wanita yang maskulin. Jadi saya yang sebenarnya mendidik anak-anak agak sedikit maskulin, agar mereka tidak tumbuh sebagai wanita lembek."
Shahnaz berharap anak-anaknya menjadi perempuan tangguh. Tentang ketertarikan anak-anak terhadap dunia yang digeluti orangtuanya, Naz berkata, dia dan Gilang tidak pernah memaksakan. Ketiga putrinya saat ini bisa bermain drum seperti sang ayah, namun tidak menjamin ketiganya akan terjun ke jalur seni."Kalau mau jadi seperti bapak dan ibunya mereka sudah terbuka jalannya.Tapi kalau mau berbeda, kami izinkan. Yang terpenting di kepala mereka harus giving back to community dengan isi otak mereka. Dengan begitu ilmunya jadi berkah dunia akherat," tandas Shahnaz
Memasak Bersama
Keluarga Shahnaz Haque dan Gilang Ramadhan banyak menjalani kebersamaan di rumah. Salah satu kegiatan favorit mereka adalah memasak. Dalam hal masak-memasak Shahnaz mengaui, kemampuannya dikalahkan oleh sang suami.
"Gilang itu anak Deplu, lama di luar negeri. Jadi disana tidak ada pembantu, harus bisa masak sendiri. Setelah menikah, meski pun ada yang membantu di rumah, Gilang terbiasa mengatur menu. Bahkan kalau sedang ada waktu luang, dia turun sendiri memasak. Nah, si Mbak di rumah belajar masakan Sunda, Eropa dll, ya sama Gilang. Seru banget kan. Akhirnya anak-anak jadi paham kalau soal memasak, serahkan saja ke Bapak. Tapi kalau urusan renovasi rumah, serahkan ke Ibu," seloroh lulusan teknik sipil, ini, menutup pembicaraan.
0 comments:
Post a Comment