Powered by Blogger.
Home » , » Harmonisasi Pasangan Beda Agama

Harmonisasi Pasangan Beda Agama

Written By Unknown on Tuesday, January 8, 2013 | 4:53 AM



Menyadari perbedaan menjadi kunci utama pasangan beda agama untuk bersama-sama menghadapi tekanan menuju perkawinan harmonis.

CINTA seharusnya menjadi pemersatu dan perekat kuat bagi pasangan suami isteri. Namun hidup memang tidak semudah yang dibayangkan. Di balik cinta ada banyak perbedaan yang terkadang memicu pertengkaran, apalagi bagi pasangan beda agama.

Foto:freegreatpicture.com

Markus dan Ina akhirnya memutuskan untuk bercerai. Pasangan beda agama yang telah memiliki satu putri cantik ini, gagal menjalani berbagai kesepakatan yang sudah dibuat sebelum menikah. “Tidak mudah ternyata menyatukan dua perbedaan, budaya dan keyakinan. Kami akhirnya memilih bercerai. Selalu ada saja perbedaan pandangan, belum lagi campur tangan dari keluarga,” papar Markus.

Dengan mata berkaca-kaca, Ina juga mengakui, memang tidak mudah menjembatani perbedaan, terutama setelah anak pertama mereka lahir. “Selalu muncul masalah baru, mulai dari cara mendidik sampai memilih sekolah. Belum lagi tekanan dari keluarga. Akhirnya kami sepakat bercerai.”

Sesulit itukah problem pernikahan pasangan beda agama hingga harus diikuti kata cerai? Jawabannya sudah pasti sulit! Tapi tentu tidak harus berakhir dengan perceraian. Banyak pasangan yang berhasil menjembatani perbedaan. Sebut saja pasangan selebritas lawas Lydia Kandow dan Djamal Mirdad. Cinta dan perkawinan mereka terbukti langeng dari 1986 hingga sekarang. Bisa dikatakan, mereka berhasil lolos dari ujian diri sendiri dan tekanan keluarga serta masyarakat.   

Dalam berbagai wawancara, Lydia dan Djamal selalu mengatakan, kunci utama adalah: Sabar dan menghormati perbedaan Banyak penelitian menunjukkan, perkawinan beda agama memang berhasil meningkatkan toleransi dan kepribadian masing-masing pasangan. Perbedaan justru membuat wawasan dan kepribadian mereka semakin kaya. 

Prinsip utama yang dianut untuk mencapai harmonisasi perkawinan adalah, menyadari dan memahami adanya perbedaan. Dari sini akan muncul sikap saling menghormati. “Cinta akan membantu setiap pasangan untuk menerima pasangannya sebagaimana adanya. Saya tidak pernah menyesal menikah beda agama. Kebetulan kami berdua berpandangan, perkawinan adalah wilayah pribadi. Pandangan ini ternyata bisa meredam ungkapan tidak setuju dari keluarga dan teman,” papar Lina yang kini memiliki tiga anak dan sejak beberapa tahun memilih hijrah dari Jakarta ke salah satu kota di Sumatera, mengikuti karier suami.

Prinsip hampir serupa juga dianut pasangan Hana dan Bondan. “Sejujurnya perbedaan agama bukan problem utama yang mencuat dalam perkawinan kami. Dalam hal ini saya bersyukur karena memiliki suami yang punya prinsip kuat saat menghadapi tekanan dari luar,” ujar Hana yang sudah mengarungi 15 tahun perkawinan.

Lebih dari itu, Hana dan Bondan juga bersyukur karena perbedaan yang mereka miliki justru memperkaya wawasan dan membuka banyak cakrawala baru, termasuk wawasan anak semata wayang mereka. “Anak saya pernah bertanya, Mama, Papa, kata temanku, kalau aku enggak masuk agama A (menyebutkan salah satu agama) nanti bakal masuk neraka.”

Meski awalnya kaget, Hana dan Bonda akhirnya malah tersenyum lebar. “Tidak semua orangtua punya kesempatan mmenjelaskan pada anaknya bahwa yang menentukan surga dan neraka bukanlah agama dan bukan pula manusia,” ujar Bondan. 

Di akhir perbincangan, Bondan mengutip salah satu kalimat favorit yang dia dapat dari sebuah buku karangan almarhum Nurcholis Madjid, cendekiawan dan  tokoh agama  Islam yang sangat menghargai pluralisme:  “Apabila Tuhan yang bersifat mutlak membiarkan adanya agama-agama lain, maka manusia yang bersifat tidak mutlak jangan memaksakan keyakinannya pada orang lain.”


Tips Harmonis Pasangan Beda Agama

1.       Sadari adanya  perbedaan mendasar yang menyangkut masalah keyakinan. Kesadaran akan adanya perbedaan akan menjadi dasar utama dalam menyelesaikan berbagai persoalan.
2.       Kesadaran akan perbedaan juga akan menjadi benteng terkuat saat keluarga kedua belah pihak ikut campur dalam perkawinan Anda. Juga saat mendapat tekanan dari teman, tetangga, dll.
3.       Sepakati dari awal, ke arah mana anak akan dididik dalam hal keagamaan? Ikut ayah, ibu, atau mengenalkan dua agama yang dianut orangtuanya sambil mengenalkan nilai-nilai universal?
4.       Buat kesepakatan dan pemahaman  bahwa yang terpenting anak tumbuh menjadi orang yang baik dan berguna. Letakkan kebahagiaan anak di atas segalanya. Artinya apa pun agama yang nantinya dipilih anak, relakan dengan lapang hati.
5.       Lagi-lagi kesadaran akan adanya perbedaan akan mebentengi pasangan beda agama, saat orang-orang terdekat, teman, tetangga, bertanya, akan ikut agama siapakah anak-anak? Atau saat menghadapi keluarga, tetangga, teman terdekat, yang bukannya tidak mungkin mengatakan langsung  ketidaksukaan mereka terhadap pasangan berbeda agama atau dengan cara Anda mendidik anak, menyangkut agama.
6.       Meski sejak awal kemungkinan munculnya persoalan sudah dibicarakan, bisa dipatikan akan ada persoalan baru yang akan muncul. Selalu bicarakan dengan kepala dingin. Lagi-lagi kesadaran akan perbedaan dan kekuatan cinta bisa menjadi dasar untuk mencapai titik temu.


Share this article :

0 comments:

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Belajar di Mall - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger