Powered by Blogger.
Home » , , , , » PMS dan Gangguan Mental

PMS dan Gangguan Mental

Written By Unknown on Saturday, March 2, 2013 | 10:33 AM

PMS bisa menyebabkan gangguan mental, mulai dari yang ringan (senstif, cepat marah, sedih, stres, insomnia) hingga yang berat seperti depresi. Apa yang harus dilakukan?

PSIKIATER dari Unika Atma Jaya Dharmady Agus, mengatakan gangguan mental selama Pre Menstruasi Syndrome (PMS) dalam istilah kedokteran disebut  Premenstrual Dysphoric Disorder atau biasa disingkat PDD.

Berbagai penelitian menunjukkan cukup banyak perempuan yang mengalami gangguan PDD. Penekanannya lebih pada psikis, di mana terjadi perubahan emosi, mulai dari yang ringan hingga berat. Mulai dari perasaan cepat marah, menjadi sangat sensitif, mudah sedih, perasaan tidak diinginkan, rasa sunyi, hingga keinginan menyakiti diri sendiri, orang lain, juga bunuh diri.

Karena itu, pengertian dan dukungan keluarga sangat diperlukan. Semakin berat PDD yang diderita, maka sudah pasti semakin membutuhkan pertolongan. Di luar negeri, kesadaran untuk mencari pertolongan sudah cukup tinggi. Karena itu, ada terapi kelompok. Terapi ini terbukti efektif, karena masing-masing penderita PDD bisa saling menguatkan dan melakukan kontrol. Mereka juga bisa melakukan antisipasi karena lebih mengenal gejala-gejalanya.

Di Indonesia, kesadaran seperti itu masih sangat kecil. Biasanya dianggap sebagai gejala umum, abaikan saja, toh bisa sembuh sendiri setelah masa itu lewat. Padahal, PDD jelas akan memengaruhi kehidupan sehari-hari penderitanya. Bisa memengaruhi produktivitas dan menurunkan kualitas hidup.

Foto: healthtap.com

Apa saja gejala PDD?  Dharmady.menyebutkan sbb:
1. Depresi, rasa putus asa, pikiran-pikiran yang mencela diri sendiri.
2. Tegang, gelisah, kadang-kadang justru muncul perasaan yang sangat gembira.
3. Labilitas afek yang jelas (perasaan tiba-tiba sedih, menangis, sangat sensitif terhadap penolakan).
4. Perasaan marah yang menetap, iritabilitas, dan peningkatan konflik interpersonal.
5. Penurunan minat dalam aktivitas sehari-hari (sekolah, pekerjaan, teman, dan hobi).
6. Secara subyektif merasa sulit berkonsentrasi.
7. Letargi, mudah lelah, kurang energi yang jelas.
8. Perubahan nafsu makan (meningkat atau menurun).
9. Insomnia atau hipersomnia.
10.Secara subyektif merasa gembira berlebihan.
11.Gejala-gejala fisik lain, seperti: sakit kepala, nyeri sendi atau otot, payudara membengkak, dan berat badan meningkat.

Apa penyebab PDD? Berbagai teori telah diajukan untuk menerangkan PDD. Banyaknya faktor yang diduga memengaruhi munculnya gejala PDD:

1. Psikososial
Menurut teori psikoanalisis, gejala-gejala PDD merupakan manifestasi dari konflik peran sebagai wanita. Haid diartikan sebagai suatu stimulus yang mengancam konflik yang telah direpresi. Secara tidak sadar, penderita PDD menggunakan fungsi haidnya untuk menyatakan ketegangan sebagai akibat situasi lingkungan yang menekan, kesukaran dalam hubungan antarpribadi, atau oleh sikapnya sendiri terhadap kewanitaannya.
Hasil penelitian di Malang menunjukkan, penderita PDD merupakan orang yang suka merengek, suka mengeluh, mudah marah, feminin, pasif, keterpaksaan untuk menerima tugas-tugas yang berat karena tak kuasa atau berani menolak.

2. Genetik
Sekitar 70% anak wanita dengan ibu penderita PDD juga menderita PDD. Pada kelompok kontrol (ibu yang tidak menderita PDD) didapat angka sekitar 37%.

3. Biologik
Berbagai teori neuroendokrin telah dilaporkan sebagai penyebab PDD. Itu berarti, antara lain keseimbangan hormon esterogen dan prosgesteron berperan besar. Juga hormon tiroid, endorfin, prostaglandin, dan lain-lain.Duuuh seram ya? Apalagi kata Dharmady dan berbagai penelitian, jika tidak diobati, PDD bisa berkembang kronik. Penderitanya bisa menjadi agresif (mudah menyerang orang lain) atau justru sebaliknya ingin sekali bunuh diri.

Apa  yang harus dilakukan? Dari sisi kedokteran tentu terapi. Antara lain Dharmady mengungkapkan sebagai berikut:

1. Psikoterapi
Efektif untuk menghilangkan gejala-gejala PDD. Terapi suportif dan terapi kelompok dapat digunakan. Penderita akan merasa lebih baik karena mendapat dukungan kelompok, lebih mengerti tentang gejala-gejala yang terjadi, tahu bahwa dirinya tida sendirian, mengurangi rasa bersalah, membantu menghindari stres, dan memperbaiki kepercayaan diri. Keberhasilan terapi ini mencapai 40-50%, sekaligus membuktikan besarnya peran psikologis dalam kasus-kasus PDD.

2. Latihan Fisik
Keluhan PDD jarang ditemukan pada wanita yang aktif berolahraga. Olahraga dikaitkan dengan penurunan stres.

3. Diet
Hindari kopi dan rokok. Kurangi juga kadar gula. Minum susu sangat dianjurkan. Beberapa penelitian menyatakan, Vitamin A, E, B6, Ca carbonat, Mg, dan Zn dapat mempebaiki PDD.

4. Terapi Farmakologik
Secara umum, terapi farmakologik hanya dapat diberikan di bawah pengawasan seorang dokter. Misalnya dalam bentuk pemberian obat, penyeimbangan hormon, terapi cahaya, pembedahan, dan sebagainya.
Share this article :

0 comments:

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Belajar di Mall - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger